Assalamu'alaikum. Saya kambek lagi, tapi masih seperti biasa, tebar cerpen lama. Sebenarnya covernya udah pernah dipublish di TL. Dan sebenarnya cerpen ini aku kirim ke sebuah website, cuma, karena lamanya kabar, tak menentu aktif tidaknya jadi aku bagi saja di sini. Jadi nanti kalau ada yang menemukan judul, isi cerita, nama pemain, dan namaku (entah itu email, nama asli maupun nama pena) jangan anggap aku plagiat, karena itu masih namaku, okay?Dan maaf, kalau ceritanya yang masih kekanak-kanakan. Iya, belum aku edit. Masih polos. Dan ceritanya mungkin belum ngena ya, karena dulu bikinnya sebelum ngerasain yang namanya bangku kuliah..Seperti biasa juga, terimakasih bagi yang mau menyisihkan waktunya untuk membaca karya pemula ini. Apalagi yang mau me-like, komentar ataupun berbagi di TL kalian :) Semoga Allah membalas semua itu dengan kebaikan, aamin. Dan bagi yang tidak berkenan, saya tidak memaksa, silakan tekan tombol back :)Daripada cuap-cuap panjang lebar, cussss... Happy and enjoy reading ya ^^
cinta itu tak kuprediksi akan datang
namun menarik seluruh molekul rindu akan asa
seakan ada gaya oksidasi antara aku dengan dirinya
menghanyutkan rasa melewati lentisel kekaguman hingga menimbulkan vektor dirinya dan diriku
namun, tak mungkin ku stempel kepemilikan pesonanya
karna dia bukan milikku
dan aku bukan miliknya
kami adalah milik Robb yang Maha Memiliki
_Sept 13th 2012; 08.13 pm
Ketika Cinta Harus dipendam
oO0Oo
Jilbab
jingganya mengibar layaknya pusaka saat upacara bendera. Bergelut dengan angin
yang juga menerpa wajahnya yang tengah memejamkan mata. Dirinya seakan
menikmati permainan angin yang bahkan bisa menumbangkannya detik itu juga.
Tubuhnya menahan kuat agar tetap berdiri di pasir pantai.
Deburan
ombak menghanyutkan indera pendengarannya yang entah mengapa membuat hatinya
tentram seakan semua masalah yang dideranya lenyap, terangkat dan ikut menari
bersama angin. Bibir tipisnya terangkat begitu saja menarik pipi tembab yang
merona.
Rasanya
ia ingin menghentikan waktu. Cukup berhenti di sini. Cukup hanya seperti ini.
Tapi sayang, ia bukanlah pemilik waktu. Ia tak berhak mengatur sesuka hatinya.
Matanya
mengerjap ketika saku gamisnya bergetar. Tangan kanannya dengan segera
mengambil benda di dalamnya. Sorot matanya meredup ketika melihat nama yang
terpampang di layar ponselnya.
Ragu.
Haruskah ia membiarkan benda itu bergetar hingga berhenti sendiri? Tidak. Nanti
ia harus berbohong lagi. Beralasan bahwa ia inilah, itulah, bisa jadi sudah
menggunung kebohongan-kebohongan kecilnya itu. Tapi, jika ia menyentuh layar
hijau, ia harus mengontrol agar jantungnya tak sampai keluar dari rongganya.
Ia
memejamkan mata sejenak sebelum mengambil keputusannya. Lalu mengambil napas
panjang seakan-akan kadar oksigen akan habis seketika. Tangan kirinya meremas
gamisnya.
“Assalamu’alaikum”
lirihnya seperti angin yang menggelitik wajahnya. Detik itu juga ia merasa
menelan bongkahan batu mendengar suara itu.
“Wa’alaikumussalam,
Tiara.” Suaranya. Suara yang entah kenapa terdengar nyaman di telinganya. Suaranya
yang selalu dirindukannya. “Apakah kamu sudah menyiapkan proposal untuk
kegiatan amal?”
Lagi.
Ia menarik napas panjang setelah menahannya sekian menit. “Sudah. Datanya ada
pada Dila. Tinggal direkap saja,” cicitnya. Bahkan hanya untuk mengucapkan itu
saja terasa seperti menahan ribuan ton beban dipunggungnya.
“Ya
sudah. Terimakasih. Assalamu’alaikum.” Sambungan terputus sebelum ia
menyelesaikan menjawab salam darinya. Kekecewaan terbit dihatinya. Ingin sekali
ia menahan perbincangan singkat itu dengan basa-basi. Tapi ia tahu, sosoknya
pasti akan membalas apapun pertanyaan dengan singkat dan seperlunya. Tapi,
itulah yang membuatnya tertarik untuk terus mendengar suaranya. Seperti ada
sesuatu yang membuatnya selalu ingin mendengar suaranya, walaupun hanya jawaban
salam darinya.
Sosok
itu. Sosok yang entah dari mana selalu membayanginya kemanapun dan
kapanpun. Seakan sudah menjadi hal wajib
dalam hidupnya untuk sekedar melihat atau mendengar suaranya yang damai.
Ia
mengenalnya dua tahun yang lalu. Ketika itu, ia masih menjadi mahasiswi baru.
Mereka bertemu di sebuah organisasi sosial dan keagamaan. Sosoknya yang dewasa
terlihat dari caranya bertuturkata maupun ketika menghadapi masalah di dalam
maupun di luar organisasi. Ia bijak dalam bersikap maupun dalam berkata.
Ia juga baik
dan ramah kepada siapa saja, termasuk kepada gadis yang menyimpan rasa
kepadanya ini. Apalagi ia juga rajin ibadah dan mempunyai cukup ilmu agama, dilihat
saat menghentikan diskusi ketika mendengar kumandang adzan dan mengajak untuk
sholat berjamaah, mengajar ngaji kepada anak-anak di masjid, juga lantunan ayat
Al-Qur’an yang terdengar menenangkan setiap jiwa yang gelisah, seperti gadis
ini.
Lembayung
jingga menoreh di cakrawala yang mengabu. Separuh benda kemerahan yang membias
dalam lautan menyapanya dari lamunan. Ah, ternyata sudah lama ia berdiri di
sini. Deburan ombak masih saja sama seperti kalipertama ia menginjakkan kaki di
pasir yang putih bersih. Burung camar yang berkelompok menari di langit lepas.
Ia harus
kembali. Kembali pada debaran yang tak menentu. Debaran yang membuat jiwanya
gelisah. Debaran yang mengingatkannya akan sosoknya.
oO0Oo
Pelataran
yang biasanya sepi tampak meriah. Di tengah berdiri panggung kecil yang dihias
sedemikian ramai. Kertas-kertas warna-warni ditempel di berbagai sisi-sisinya.
Berhadapan langsung dengan panggung, deretan kursi plastik sudah tertata.
Beberapa orang lalu lalang sibuk dengan tugasnya masing-masing. Ada yang memasang
sound system, ada yang sedang
mengangkat meja, ada yang sedang menata baju-baju bekas yang nantinya akan
dijual dengan harga murah lalu uangnya akan disumbangkan kepada korban bencana.
Gadis
itu masih memperhatikan sosoknya yang cekatan menyulap tempat sepi itu menjadi
sedemikian ramai. Satu dua temannya menegurnya beberapa kali. Beberapa kali itu
pula dirinya harus mengalihkan pusat perhatiannya pada sembako-sembako yang
harus ditatanya di atas meja.
Pukul
09.00. Sudah tampak beberapa orang yang berdatangan. Ada yang bergerombol
sambil bercengkrama, berdua menggandeng anaknya, atau sendiri sambil mencari
teman berbincang. Beberapa kursi sudah terisi. Lima menit kemudian sosok itu
berdiri di atas panggung. Menyapa serta memberi sambutan seperti biasa.
Wajahnya yang ramah mudah dikenal. Mereka mendengarkan dengan seksama layaknya
siswa yang mendengarkan penjelasan guru di dalam kelas.
Seperti
biasa, acara diisi dengan lomba MTQ dan LCCI untuk anak-anak, ada juga hiburan
nasyid. Beberapa stand sudah diserbu,
penuh sesak. Rata-rata dipenuhi oleh para ibu rumahtangga, terutama stand sembako murah.
Manik
coklat matanya mencari-cari sosoknya
disela-sela brondongan para ibu di depannya. Setelah ia memberi sambutan tadi, sosoknya
seperti lenyap terbawa angin. Punggung itu. Manik coklatnya berhenti pada
punggung yang jelas sudah dihafalnya. Entahlah, rasanya segala sesuatu tentang
dirinya sudah dihafalnya di luar
kepala, bahkan yang sangat mendetail. Dirinya saja tidak menyadari kapan itu
semua terjadi, yang ia tahu hanya tentang sosoknya, tak lebih tak kurang.
“Jangan
melamun terus. Itu ibunya mau bayar,” matanya mengerjap, mengalihkan pandangan
dari sosoknya yang menjauh. Ia
sendiri tersenyum malu menanggapi ucapan Najwa, sahabat yang selalu menjadi
tempatnya mencurahkan tentang dia.
“Jangan
terus dipikirkan, Tiara. Semakin kamu memikirkannya semakin kamu tenggelam
dalam rasamu itu,” ujar Najwa suatu waktu. Ia hanya mengendikkan bahu, tak tahu
harus menjawab apa. Kalau ia menyanggah, jawaban Najwa masih tetap sama, “coba
cari aktivitas lain.” Ia mendengus. Seharusnya sahabatnya itu tahu, atau
berpura-pura tak tahu, aktivitas lain apa jika selama ini aktivitas lain itu selalu berhubungan dan bertemu dengan dia?
Bisa
ia mencoba aktivitas lain yang
dimaksud Najwa. Tapi itu hanya berkutat dengan hakpen dan benang wol, masih belum kuat mengeyahkan bayang-bayangnya. Bayang-bayangnya yang selalu membuntutinya, kapanpun di manapun.
Tak
terasa acara selesai. Tempat yang semula ramai berangsur sepi seperti sedia kala.
Beberapa membenahi pelataran seperti semula. Tiara masih mencari sosoknya.
Terakhir kali dilihatnya sebelum sahabatnya menegurnya tadi. Kemanakah
gerangan?
Lagi-lagi
dirinya sibuk mencari. Meja-meja yang tadi dipenuhi sembako, kosong, ludes.
Bukannya ia memindahkan meja-meja itu ke tempatnya ia justru sibuk mencari.
Lagi-lagi dia.
“Tuh,
kan, nyariin siapa lagi, mba? Mas
tampannya lagi pergi.” Pergi? Kemana? Pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan,
mengacuhkan gerutuan Najwa. Najwa berdecak saat dirasa sahabatnya
mengindahkannya.
“Kamu
belum tahu?” Tiara berhenti dengan semua pertanyaan-pertanyaannya. Kepalanya
menoleh ke arah Najwa. Matanya menelisik maksud dari ucapan itu.
Najwa
menghela napas. Ia menggigit bibirnya, ragu. Haruskah ia mengatakan itu? Tapi
nanti Tiara.... Tapi jika tidak kuberitahu dia akan lebih…..Argh…
Najwa
melangkah menuju tangga di dekat pelataran. Tempat itu cukup sepi. Tiara hanya
mengekor di belakangnya.
Tiara
masih menunggu bibir sahabatnya bergerak. Perasaannya menjadi tidak tenang. Apa
yang terjadi? Apakah terjadi sesuatu dengannya? Tidak. Ia tidak bisa
membayangkan jika sesuatu yang buruk menimpa dirinya. Masya Allah.. Apa yang sedang kupikirkan?
“Tiara…”
Ia mengambil napas lalu melanjutkan, “jika Allah sudah memasangkan makhluknya,
apakah makhluk lainnya berhak memilikinya? Jika Allah tidak mengizinkan makhluk lain itu memiliki, apakah makhluk lain itu masih berhak
memilikinya?”
Tiara
masih belum mencerna dengan baik apa yang barusan didengarnya. Kedua alisnya
menyatu. Tatapan matanya menghujam lawan bicaranya, meminta penjelasan yang
lebih mudah untuk dicerna otaknya.
Najwa
menarik napas panjang. “Jika Allah telah menyatukan hati mas tampanmu dengan hati lainnya, apakah kamu mampu untuk
mengingkarinya?”
Matanya
terus menatap sepasang mata di hadapannya. Mencari kesungguhan. Lagi ia
mengerjap. Sorot matanya berubah sendu. Tiba-tiba matanya penuh dengan desakan
cairan bening yang langsung terjun bebas tanpa permisi.
Sungguh,
ia masih sanggup jika harus mencintai dalam diam. Mencintai sosoknya dalam hati yang terdalam. Tapi
sungguh, berat rasanya mengetahui bahwa hatinya
telah terisi, bukan dengan miliknya. Oh, hatinya kebas.
oO0Oo
Dua
minggu berlalu. Hatinya masih kebas. Guratan kekecewaan masih nampak jelas
memenuhi rongga rasanya.
Dalam dua
minggu terakhir ia mengetahui segalanya. Tentangnya yang ternyata telah menghitbah
seorang gadis yang cantik dan sholihah. Tentangnya yang telah mencintai gadis itu sejak lama, jauh sebelum ia
merasakan bibit cintanya. Tentangnya
yang pagi tadi mengucap akad yang seketika itu juga merontokkan rasa cintanya
yang masih terus bermunculan.
Rasanya baru
kemarin kali pertama ia bertemu pandang dengannya. Kali pertama mendengar
suaranya yang duhai menyejukkan jiwa. Kali pertama rasa itu bergejolak entah
dari mana.
Kini, semua
itu harus dikubur dalam-dalam. Atau dilempar jauh ke dalam dimensi tak dikenal.
Menghilangkan rasa cintanya yang memabukkan.
Ia jadi sadar
diri. Betapa bodohnya selama ini. Larut dalam kesenangan yang tak berarti.
Memanjakan nafsu yang menyakiti hati.
Seharusnya ia
menyadari. Bahwa ia tak bisa memiliki, sebelum sang Pemilik Rasa memutuskan ia
menjadi pemilik hatinya. Ah, ia terlalu menjauhi sang Pemilik Rasa. Atau
terlalu mengesampingkan segalanya di atas rasa cintanya sehingga ia sendiri
lupa akan Pemilik Rasa. Astaghfirullah…
Ia tak
seharusnya mendzolimi diri. Tenggelam dalam rasa kekecewaan yang menggerus
hati. Melemahkan iman.
Ya Rabb.. Maafkan hamba yang terlalu
menyombongkan diri. Merasa telah memiliki. Tapi sejatinya hamba hanya milik-Mu.
Hamba tak berhak mengatur sesuka hati. Karena semua terserah kehendakMu.
Hamba hanya ingin diberi kekuatan agar
selalu mencintaiMu. Tak berpaling dariMu. Hamba hanya bisa memohon, agar rasa kecewa
ini cepat terhapus. Terganti dengan jodoh yang telah Engkau persiapkan untuk
hamba. Pertemukan kami ya Rabb, duhai sang Pemilik Rasa.
oO0Oo
Ketika Cinta Harus Dipendam
©Juli.2014. ARAKIDA
END
Tidak ada komentar:
Kaskus
Only
:ilovekaskus
:iloveindonesia
:kiss
:maho
:najis
:nosara
:marah
:berduka
:malu:
:ngakak
:repost:
:repost2:
:sup2:
:cendolbig
:batabig
:recsel
:takut
:ngacir2:
:shakehand2:
:bingung
:cekpm
:cd
:hammer
:peluk
:toast
:hoax:
:cystg
:dp
:selamat
:thumbup
:2thumbup
:angel
:matabelo
:mewek:
:request
:babyboy:
:babyboy1:
:babymaho
:babyboy2:
:babygirl
:sorry
:kr:
:travel
:nohope
:kimpoi
:ngacir:
:ultah
:salahkamar
:rate5
:cool
:bola
by Pakto
:mewek2:
:rate-5
:supermaho
:4L4Y
:hoax2:
:nyimak
:hotrit
:sungkem
:cektkp
:hope
:Pertamax
:thxmomod
:laper
:siul
:2malu:
:ngintip
:hny
:cendolnya
by misterdarvus
:maintenis:
:maintenis2:
:soccer
:devil
:kr2:
:sunny
Posting Komentar
Menghargai karya orang lain akan mendapat pahala, seperti hal nya mengomentari postingan ini. thx ^_^