Jumat, 13 Juni 2014

CERPEN: Belenggu Hati

Assalamualaikum..
Saya datang lagi berbagi cerpen, sebelumnya cerpen ini sudah saya publikasikan di NOTE FB jadi jangan bilang kalo itu jiplakan yah, karena masih saya penulisnya, hohoho...
Cerpen ini saya buat ditengah kegalauan saya. Entahlah, ada sesuatu dalam hati saya yang membuat saya kosong mlompong. Dan saya tuangkan dalam bentuk cerita. Bagi yang meluangkan waktunya untuk membaca cerita sederhana ini semoga Allah membalasnya dengan kebaikan. Bagi yang memberikan komentar baik saran maun kritik yang membangun, saya sangat berterima kasih. Semoga Allah membalas ketulusan itu dengan kebaikan. Akhir kata, Happy and enjoy reading!^^

Sebagai bentuk penghargaan untuk sebuah karya, DON'T COPY IN ANOTHER SITE!!









●○◦Belenggu Hati◦○●
PRESENT
.
.
Terdengar sayup-sayup musik dari luar kamarnya. Bahkan itu adalah satu-satunya suara yang menggema di dalam rumahnya yang tampak sepi tak berpenghuni. Siang ini hanya ada ia sendiri dengan seorang adik perempuannya—yang tengah menonton kartun di depan televisi. Sedangkan ia lebih memilih mengunci diri di dalam dunianya yang nyaman—kamar berukuran sedang.

                Tak ada aktivitas lainnya selain berkutat dengan laptop birunya sambil berbaring di ranjang. Kali ini statusnya bukan seorang siswa yang harus memakai seragam ke sekolah. Bukan juga seorang pekerja yang memeras keringat demi sepeser uang. Ia hanyalah seorang pengangguran yang masih belum jelas statusnya. Tujuh hari lagi, dalam hitungan hari itulah nasibnya ditentukan. Benar-benar menjadi mahasiswi di sebuah perguruan tinggi negeri atau mencoba mencari celah lain untuk hidupnya.

                Dan sebagai orang yang belum jelas nasibnya itu, ia habiskan hari-harinya menjelajah dunianya yang sekarang dirasa menjemukan. Menonton film atau drama Korea koleksinya yang jelas-jelas sudah diulangnya berkali-kali karena habis ditelan kebosanan. Atau membaca kembali novel-novel koleksinya yang terkurung di dalam kardus disudut ruangan. Bisa saja ia surfing di dunia maya seperti beberapa hari kemarin, tapi karena kesialannya—tentang gagal download video berukuran dua gigabyte lebih—kuota modem GSM-nya ludes seketika. Kegagalan itu yang membuatnya malas untuk membeli pulsa modemnya lagi—masih tersisa serpihan kekecewaan rupanya.

                Ingin rasanya ia pergi ke beberapa tempat untuk mengusir kejenuhannya. Tapi mengingat dirinya yang masih terlalu takut mengendarai sepeda motor akibat trauma beberapa tahun silam membuatnya mendesah kesal. Ditambah sepedanya yang teronggok di depan rumah karena belum ia bawa ke bengkel. Oh, jika saja sahabatnya yang sering ia ajak bepergian tidak sedang pergi ke luar kota, mungkin saja ia sedang berada di perpustakaan daerah atau di toko buku langganannya.

                Someone call the doctor nal butjapgo malhaejwo
Sarangeun gyeolguk jungdok overdose

Suara itu kembali memenuhi kamarnya. Bagian dari sebuah lagu asal negeri ginseng yang saat ini memicut hatinya. Ya, gadis ini adalah penggila Korea, jauh sebelum ia mengenakan seragam putih abu-abunya. Bahkan sejak rok merah dan kemeja putih melekat ditubuhnya, ia sudah mengenal salah satu hiburan dari negara itu.

Kecintaannya terhadap negeri—yang sampai saat ini masih menjaga tradisinya—itu berawal dari sore hari saat ibunya asyik menonton drama Korea bertajuk kerajaan. Masih ingat sampai sekarang judul drama pertama yang ditontonnya. Drama mengenai seorang gadis dari kalangan rakyat bawah yang menjadi perawat hebat itu selalu ia tonton bersama sang bunda. Walaupun terkadang ia masih jengah ketika menonton drama tersebut—karena asyik memperdebatkan suara dengan gerakan mulut yang berbeda dalam benaknya.

                Kala itu, ia masih terlalu muda bahkan terlalu polos mengingat pergaulan teman-teman sebayanya yang sudah lebih mengenal dunia luar. Satu informasi saja yang ia ketahui, membuatnya langsung jatuh hati terhadapnya, atau mungkin karena rasa penasarannya yang terlampau besar. Seperti mengenal drama Korea itu. Membuatnya menjadi tergila-gila. Terlebih ketika dirinya menyandang status sebagai siswi sekolah menengah pertama. Informasi yang semakin banyak dan luas tentang berbagai hal berbau Korea dilahapnya.

                Apalagi saat sebuah drama Korea tentang kehidupan SMA elit yang kala itu booming. Terhipnotis dengan paras para pemainnya yang seperti manequin itu membuatnya menghabiskan sebagian besar waktu belajarnya hanya untuk mencari informasi seputar drama itu. Bahkan ia mengoleksi soundtrack drama tersebut hingga menghafalkan setiap liriknya. Mengindahkan semua pelajaran yang dirasanya menjemukan justru belajar Hangeul, huruf Korea yang sekarang dipakai, dan kata-kata sederhana yang sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari.

                Alhasil, dua semester dibangku kelas delapan, nilai serta peringkatnya benar-benar merosot, jauh dari nilainya sebelumnya. Selain itu kegilaannya tidak hanya pada hal-hal berbau Korea saja. Ia justru sibuk menikmati komik disela jam pelajaran. Ia juga rela menyisihkan uang jajannya demi membeli komik di Gramedia. Memang bukan komik berseri yang bisa mencapai puluhan volume, hanya komik yang berisi beberapa cerita pendek atau sebuah cerita yang habis dalam satu volume saja. Sering juga ia meminjam koleksi komik dari beberapa teman sekolahnya.

                Hingga akhirnya ia berhasil naik kelas dengan nilai pas-pasan. Beruntung komik bukan lagi menjadi perhatiannya. Ia menjadi fokus menyiapkan ujian nasionalnya. Tapi tidak benar-benar fokus karena ternyata kegilaannya terhadap hal-hal berbau Korea kembali mengusik dunia belajarnya. Dan menjadi benar-benar gila dengan sebuah boyband yang dulu hanya sekedar tahu menjadi benar-benar tahu.

                Tahun terakhirnya di dunia biru putih-nya penuh dengan kesibukkannya terhadap boyband itu. Bahkan ia rela menghabiskan berjam-jam waktunya untuk mencari informasi tentang para personilnya. Mulai dari biodata, kesukaan hingga keberadaannya. Playlist dalam ponselnya juga penuh dengan lagu-lagu milik boyband yang hingga saat ini masih diperhitungkan di dalam dunia hiburan. Wallpaper ponsel serta komputernya menggunakan paras mereka.

                “Mba, aku pengin makan,” sebuah kepala menyembul dari pintu kamarnya. Melemparnya ke dunia nyata dari nostalgianya. Ia menghela napas. Beranjak turun dari ranjang dan mengikuti langkah adik perempuannya yang membawanya ke sebuah ruangan. Ia membuka lemari makan. Lagi-lagi menghela napas, kali ini lebih panjang—saat melihat tidak ada apapun di dalamnya.

                Iapun membuka lemari es yang tak jauh dari lemari makan. Membukanya. Melihat seluruh bagian di dalamnya. Hanya ada beberapa butir telur ayam dan seikat daun bawang, sisanya hanya beberapa bumbu dan air mineral. Lagi-lagi ibunya tidak mengisi lemari es-nya dengan bahan makanan. Iapun memutuskan menggoreng telur dadar untuk menu makan siang mereka berdua. Kebetulan cacing-cacing diperutnya juga sudah menggelar konser.
***

                Hari berikutnya masih sama. Lagu dengan bahasa yang sama seperti lagu yang diputarnya kemarin. Aktivitasnya juga masih sama, menonton film atau drama Korea koleksinya. Bedanya ia tak lagi mengulang novel koleksinya, tetapi menonton video-video koleksinya, masih berbau Korea. Seperti sekarang, ia sedang menonton sebuah video acara hiburan Korea, Runningman. Sebuah acara yang menyelesaikan misi-misi permainan untuk mendapatkan gelar pemenang juga hadiah—biasanya berupa benda yang terbuat dari emas asli.

                Tawanya terdengar hingga ruang tengah, mengusik adik perempuannya yang lagi-lagi masih menonton kartun kesukaannya. Tingkah kocak dari para pengisi acara benar-benar membuat perutnya terasa dikocok. Tanpa diketahuinya, adik perempuannya sudah duduk di sampingnya, ikut membaurkan tawanya meninggalkan tokoh kartun monyetnya.

                Hingga suara adzan dari pengeras suara masjid dekat rumahnya menghentikan tawanya. Mengistirahatkan pipinya yang sedari tadi tertarik karena tawanya yang benar-benar tanpa jeda. Iapun menekan tombol pause lalu pergi mengambil air wudhu.

                Dalam basuhan air wudhunya, ia kembali teringat sahabat-sahabatnya. Kedewasaan yang sudah membaur dalam diri para sahabatnya itu menciptakan segelintir rasa iri dalam celah hatinya. Melihat perubahan yang benar-benar berbeda dengan apa yang dialaminya membuatnya mengkerut. Seperti sebutir beras di dalam sekeranjang apel. Sangat jauh berbeda.

                Mereka di sana sedang berjuang dalam hidupnya. Ada yang melahap soal-soal SBMPTN, ada juga yang melengkapi puzzle ilmu keagamaannya. Sedangkan ia, justru kembali seperti masa lalu. Kembali tenggelam dalam kesenangan sesaatnya. Kembali berputar-putar pada zona yang pernah dilaluinya. Kembali membuat dirinya terhipnotis ke dalamnya. Oh, seperti menelan lagi apa yang sudah dibuangnya.

                Ia membasuh kakinya. Memutar keran hingga tak ada setetespun air yang keluar. Berdoa. Lalu kembali ke kamar. Menggelar sajadah hijaunya kemudian mengenakan benda putih itu. Menghela napas. Bersiap menghadap-Nya. Allahu akbar…
***

                Sejak itu, ia dilanda kegelisahan. Laptopnya masih menyala. Tapi ia enggan membuka file yang biasa dibukanya. Tak ada lagi suara musik dengan bahasa Korea itu. Tak ada lagi tawa yang memecah keheningan ruangannya. Tak ada lagi tontonan film dari negara itu. Ia hanya membiarkan laptopnya menyala begitu saja. Ia sudah kehabisan ide untuk melenyapkan kejenuhannya. Yang tersisa hanyalah pilihan yang membuatnya enggan memilihnya, bermain game. Ada beberapa game yang dikoleksinya, tidak sebanyak milik adik lelakinya tapi cukup untuk menghilangkan kepenatannya—dulu.

                Permainan tentang membunuh zombie sudah ia selesaikan seluruh levelnya, jadi ia malas untuk memainkannya lagi. Permainan bonus yang didapatnya dari CD film milik perusahaan es krim hanya untuk memenuhi folder ‘PLAY’-nya. Permainan tentang burung-burung pemarah sudah terlalu klasik baginya. Sedangkan permainan babi yang masih satu produk dengan permainan burung tadi, malas ia mainkan, bukan, bukan karena ia telah menyelesaikannya, justru karena itu terlalu membuatnya gemas sendiri yang belum bisa melanjutkan level tiganya. Sedangkan permainan tentang kehidupan sebuah kota, terlalu membosankan baginya. Dan sisanya, hanya permainan tentang kecantikan atau memasak, permainan yang cukup membosankan—yang biasa dimainkan adik perempuannya.

                Oh, ayolah. Ia tak mau mati kebosanan di dalam kamar. Satu-satunya jalan untuk menembus dinding itu hanya mencari kegiatan yang lebih membuat pikirannya nyaman, seperti membaca buku yang belum pernah dibacanya, atau sekedar berkeliling di dalam toko buku tanpa membeli satupun darinya. Atau meminta film yang belum pernah ditontonnya pada teman-temannya—sayangnya untuk yang satu ini sangat jauh kemungkinannya, kebanyakkan teman-temannya sedang fokus menghadapi SBMPTN. Jadi, apa yang bisa membunuh kejemuannya ini?

                Akhirnya ia memutuskan untuk membuka akun jejaring sosialnya melalui ponsel. Melihat banyak status. Hingga sebuah kiriman yang terdapat puluhan komentar dari teman-temannya, melegakan pikirannya. Dari percakapan yang dibacanya itu, mereka ingin mengunjungi sekolah mereka. Tidak ada alasan khusus, hanya ingin mengisi kelas kosong yang sudah beberapa bulan terakhir ditinggalkan penghuninya. Dan tentunya untuk melampiaskan rasa rindu yang membuncah.

                Seperti mendapat penerangan di sebuah ruangan yang gelap gulita, ia putuskan untuk ikut dalam rencana teman-temannya. Tidak masalah jika ia harus mengendarai sepedanya yang sampai sekarang masih belum dibawanya ke bengkel. Oh, senyumnya yang lebar tak terlepas dari wajahnya yang kini terpancarkan kebahagiaan. Senandung kecil lolos begitu saja dari mulutnya. Seperti reaksi ilmiah akibat kebahagiaannya yang menyelimutinya.

                Tapi, tunggu! Masih ada ruang kosong di dalam hatinya? Ah, ia tak mau ambil pusing untuk itu. Yang ia tahu sekarang adalah ia akan bertemu kembali dengan teman-temannya. Seperti momen pertemuan setelah menyelesaikan pertempuran di medan perang saja. Ia tak sabar untuk semua itu. Teman-teman, tunggu aku! Teriaknya dalam hati.
.
END
.
.
TBC (?)

©Arakida.2014

Tidak ada komentar:


Kaskus

Only


:ilovekaskus

:iloveindonesia

:kiss

:maho


:najis

:nosara

:marah


:berduka


:malu:

:ngakak

:repost:

:repost2:


:sup2:

:cendolbig

:batabig

:recsel



:takut

:ngacir2:

:shakehand2:

:bingung


:cekpm

:cd

:hammer

:peluk



:toast

:hoax:

:cystg

:dp


:selamat

:thumbup

:2thumbup

:angel


:matabelo


:mewek:

:request

:babyboy:


:babyboy1:

:babymaho

:babyboy2:

:babygirl


:sorry


:kr:

:travel

:nohope


:kimpoi

:ngacir:

:ultah

:salahkamar


:rate5

:cool


:bola


by Pakto


:mewek2:

:rate-5

:supermaho

:4L4Y


:hoax2:


:nyimak

:hotrit

:sungkem


:cektkp

:hope

:Pertamax

:thxmomod


:laper


:siul

:2malu:

:ngintip


:hny

:cendolnya


by misterdarvus


:maintenis:


:maintenis2:

:soccer

:devil


:kr2:

:sunny

Posting Komentar

Menghargai karya orang lain akan mendapat pahala, seperti hal nya mengomentari postingan ini. thx ^_^

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Blue Fire Pointer